Bintang Timur, 21 Maret 1965 (beberapa bulan sebelum peristiwa G30S)
Bulan arit di langit
Napas terkatung di Ciliwung
Anak kecil nangis di pangkuan
Seorang perempuan
Wajahnya hanyut ke laut
Sejak ia datang dari pinggiran kota
Dibawa sungai kehidupan
Malam itu ia petik kecapi
Bersama nyanyi
Ciliwung airnya memerah
Walaupun merah hidup tampaknya
Kunanti bumi memerah darah
Kuserahkan engkau kepadanya
Diciumnya si kecil dalam badungan
Dinantinya si kecil dalam kandungan
Tidurlah anak, jangan menangis
Kecapi dan nyanyi sudah berhenti
Kalau kau lihat malam menipis
Angin dingin datang menari
Bulan arit di langit
Cinta dan kasih
Bergelimpangan di jalanan
Mawar dan wajah
Menanti bumi merah
Ciliwung mengalir
Kesayangan mencair
Derita dan sengsara
Bertengkar sejak lama
Malam ini dia petik kecapi
Bersama nyanyi
Ciliwung airnya memerah
Walaupun merah hidup nampaknya
Kunanti bumi memerah darah
Kuserahkan engkau kepadanya
Bulan arit di langit
Napas terkatung di Ciliwung
Anak kecil nangis di pangkuan
Seorang perempuan
Wajahnya hanyut ke laut
Sejak ia datang dari pinggiran kota
Dibawa sungai kehidupan
Malam itu ia petik kecapi
Bersama nyanyi
Ciliwung airnya memerah
Walaupun merah hidup tampaknya
Kunanti bumi memerah darah
Kuserahkan engkau kepadanya
Diciumnya si kecil dalam badungan
Dinantinya si kecil dalam kandungan
Tidurlah anak, jangan menangis
Kecapi dan nyanyi sudah berhenti
Kalau kau lihat malam menipis
Angin dingin datang menari
Bulan arit di langit
Cinta dan kasih
Bergelimpangan di jalanan
Mawar dan wajah
Menanti bumi merah
Ciliwung mengalir
Kesayangan mencair
Derita dan sengsara
Bertengkar sejak lama
Malam ini dia petik kecapi
Bersama nyanyi
Ciliwung airnya memerah
Walaupun merah hidup nampaknya
Kunanti bumi memerah darah
Kuserahkan engkau kepadanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar