Minggu, 06 Maret 2011

Indemo, 23 Februari 2011

Rakyat Indonesia dikenal memiliki sifat ramah tamah dan semua adat ketimuran yang melekat. Tetapi yang terlihat sekarang sungguh jauh panggang dari api. Peristiwa kekerasan atas nama agama, kerusuhan antaretnis, dan kriminalitas seakan menjadi menu wajib. Yang terjadi sekarang adalah suatu disorientasi moral, baik itu kalangan grass root ataupun para elit. Para elit tidak segan-segan melakukan korupsi, rakyat kecil semakin termarjinalisasi.

Bung karno pernah mewanti-wanti untuk membangun suatu karakter nasional, national and character building katanya. Pembentukan karakter nasional bisa dicontoh dari negara Indocina (Vietnam, Kamboja, Laos) atau Cina.

Menurut mantan duta besar Indonesia untuk Kamboja (saya lupa namanya), rakyat Kamboja adalah rakyat yang memegang teguh karakter nasionalnya. Karakter nasional ini dipupuk semenjak kanak-kanak. Mereka ditanamkan prinsip hidup untuk mau belajar, bekerja keras, dan percaya diri.

Pemerintah Kamboja tidak segan-segan mengatakan tidak mampu, berbeda dengan pemerintah Indonesia yang terlalu percaya diri dan sombong. Pertumbuhan ekonomi, penuntasan kemiskinan, tingkat inflasi, semua berdasarkan statistik palsu. Memang, pertumbuhan ekomomi Kamboja tidaklah sebesar Indonesia, namun dapat dicermati pertumbuhan itu lambat laun naik. kesenjangan ekonomi tidaklah terlalu menganga disana, hal ini karena Kamboja berideologi komunis dan semua kebutuhan rakyat ditanggung negara. Namun, perlu diketahui dalam implementasinya ideologi komunis tidaklah sekaku dahulu. Komunis tulen dewasa ini (juga kapitalis) hanya berada pada tataran konsep. Contoh, Kamboja mulai mengakui hal milik pribadi, juga Amerika sebagai negara pusat kapitalis pernah melakukan bailout kepada bank swasta, sebuak contoh intervensi negara terhadap perekonomian.

Dalam era teknologi informasi sekarang, dunia telah menjadi sebuah desa kecil, semua negara saling berhubungan dan saling mempengaruhi, baik itu langsung ataupun tidak. Begitu pula dengan Indonesia, segala masalah baik itu masalah politik, agama, maupun perekonomian merupakan efek dari pergaulan global. Untuk mengatasi masalah ini Indonesia wajib memiliki pemimpin yang kuat dan tangguh, bukan pemimpin yagn loyo dan hanya bisa berangan-angan namun miskin perbuatan. Sayangnya, itulah permasalahan kita. Ya, krisis kepemimpinan. Bagaimanapun sempurnanya konsep suatu negara, tidak akan dapat berjalan kalau tidak memiliki pemimpin tangguh. Cina pada tahun 80an bukanlah siapa-siapa, mereka negara miskin yang bahkan rakyatnya buang air di selokan-selokan kota. Tapi sekarang, karena memiliki pemimpin tangguh dan berkemauan kuat, Cina menjadi negara maju di dunia. Begitu juga negara-negara di kawasan Indocina.

Berkaca pada negara tetangga, seharusnya Indonesia janganlah malu mencontoh mereka, jangan malu untuk berkata tidak mampu, sambil terus membangun karakter nasional, maka niscaya Indonesia akan lebih baik.

Jika Kamboja yang pernah mengalami suatu perang saudara hampir 30 tahun saja berbenah, dan mulai terlihat hasilnya sekarang, mengapa Indonesia tidak?

1 komentar:

  1. Ada Beberapa Hal yang perlu di Garis Bawahi :1. pemerintah tidak pernah jelas soal cost/benefit dlm setiap kerjasama, 2. posisi negosiasi tidak jelas, 3. tidak aturan tentang Major Trade Agreement dari DPR, 4. Kebijakan Industri & Perdangan terpisah, Secara Garis Besar Bang Rio, Indonesia belum memilki yang namanya "Industrial Policy and Strategy"

    BalasHapus