Waktu telah merujuk
hampir pukul 02.30 dini hari namun mata ini belum juga dapat dipejamkan.
Sebentar lagi, tepatnya beberapa jam lagi saya dan rekan-rekan mahasiswa akan
melakukan demonstrasi besar besaran menolak kenaikan harga BBM yang
direncanakan akan naik pada 1 April.
Hari ini dalam 24 jam
ke depan adalah detik-detik penentuan, apakah pemerintah bersama wakil rakyat
masih memiliki hati nurani dengan kebijakan yang jelas tidak pro-rakyat ini,
juga penentuan apakah gerakan yang selama ini kami lakukan akan berbuah manis.
Ya, gerakan penolakan kenaikan BBM tidak serta merta muncul, namun telah ada
semenjak isu ini digulirkan pemerintah. Tidak perlu lagi kita berpanjang lebar
tentang latarbelakang kebijakan yang tidak populis ini. Intinya, bagi kami,
kenaikan harga BBM bukanlah satu-satunya cara mengatasi membengkaknya subsidi
dalam APBN. Masih banyak alternatif lain seperti realokasi anggaran, penaikan
pajak, hingga revisi UU Migas untuk jangka panjangnya.
Dalam satu minggu
terakhir ini tuntutan akan penolakan kenaikan BBM makin besar dan meluas.
Agaknya isu ini adalah salah satu isu yang mampu menyatukan seluruh elemen
gerakan, khususnya mahasiswa. Pertama kali saya melihat perlawanan secara masiv
adalah pada tanggal 27 Maret, dimana banyak sekali terjadi chaos dan beberapa
mahasiswa ditangkap. Selanjutnya pada tanggal 28 hingga 29 gerakan penolakan
ini terus berlangsung dan membesar. Penolakan, pengerahan aparat yang berlebih,
provokasi, dan chaos. Selalu itu, dan terulang.
Secara terus terang,
sampai saat ini saya sama sekali tidak merasakan ketakutan. Bukanlah polisi dan
aparat lainnya yang harus kita takuti, namun suara rakyatlah yang harus kita
sampaikan, apapun alasan dan resikonya.
Sebetulnya, saya agak
kecewa dengan sikap beberapa rekan-rekan fakultas. Pasalnya, masih ada saja
beberapa fakultas yang mendukung kenaikan BBM dengan argumentasi ala kaum
kapitalis/liberalis. Padahal, dalam kacamata saya, argumen-argumen yang mereka
kemukakan telah terpatahkan oleh argumen lainnya yang lebih kuat. Seperti,
apakah benar APBN kita tidak sehat jika terus menerus ada subsidi? apakah benar
bahwa kenaikan BBM adalah keharusan? apakah benar ini adalah jalan
satu-satunya, dll. Tidak mau menerima argumen lain, tidak peka terhadap kondisi
rakyat, dan merasa argumennya adalah yang argumen terbaik adalah rumus gabungan
dari kelompok-kelompok ini.
Tapi sudahlah, toh
kelompok-kelompok ini jika ditakar tidak memiliki jumlah massa potensial yang
besar, mayoritas telah menjadi mahasiswa apatis (padahal BBM juga adalah
kepentingannya). Dan kalaupun BBM tidak jadi dinaikkan mereka pula yang akan
merasakannya, kan? Memang ada pula beberapa fakultas yang tadinya setuju
rencana pemerintah ini berubah haluan dan mendukung gerakan penolakan. Saya secara
pribadi salut dengan kelompok ini, mereka lebih berani menerima argumen dan
data yang berada di luar lingkarannya.
Telah tiga hari
berturut-turut kami dari BEM UI melakukan mimbar bebas untuk 'memanaskan'
kampus, menyebarkan flyer, press release, kajian, hingga seruan aksi, baik itu
di dunia nyata maupun di dunia maya. Kami sendiri beberapa hari yang lalu telah
melakukan demonstrasi menolak kenaikan harga BBM ini (tanggal tepatnya saya
lupa). Banyak pula yang berkata bahwa BEM UI adalah lembaga yang terlambat
panas, melulu kajian, dan selalu datang terakhir bak superhero. Saya memang
mengamini itu meskipun tidak seluruhnya benar, namun yang terpenting bagi saya
adalah, kita bergerak.
Sekali lagi saya
tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Entah kami akan chaos dengan aparat,
ditangkap, ditembak water cannon, peluru karet atau bahkan peluru tajam akan
bersarang di tubuh ini, saya tidak tahu. Yang saya tahu, yang kami dan
teman-teman kami tahu adalah, kami berjuang bersama rakyat dan untuk rakyat. Kami
hanya berdoa, BBM tidak jadi dinaikkan dan kami pulang ke rumah dengan selamat.
Amin.
Ruang BEM UI Pusgiwa
Lantai 2
Ketika rekan
seperjuangan telah lelap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar