Minggu, 22 Mei 2011

Menuju perpustakaan (baru) UI

Jum'at lalu (13/5) perpustakaan UI resmi dibuka untuk mahasiswa UI (umum menyusul kemudian). Sebelumunya, perpustakaan baru yang dibangun sekitar tahun 2009 ini dibangun dalam rangka mengakselarasi UI menjadi world class university, sebuah jargon yang menjadi visi rektor kita, pak Gumilar.


Saya, sebagaimana mahasiswa lainnya, penasaran akan 'isi' perpustakaan baru itu. Berbekal keingintahuan itu sayapun tanpa ragu 'menjenguk'nya, selain itu juga saya ingin mengembalikan buku yang dipinjam dari perpustakaan lama kemarin lalu. Ketika sampai dimuka perpustakaan, terbersit dalam benak saya "wah, ini perpustakaan atau mall ya? kok mewah sekali?". Masuk ke dalam, ternyata ada semacam jamuan makan dilobi perpustakaan. terhidang menu nasi kuning, ayam, daging, sambal kacang, tidak lupa pencuci mulut, pisang. setelah menyantap kopi (yang juga menjadi hidangan) saya mengembalikan buku, pustakawan disana masih terlihat 'kikuk' nampaknya.

Barulah 'petualangan' saya dimulai. Memang saya hanya berkeliling dilantai satu. bukan karena apa-apa, memang hanya malas. Banyak sekali satpam. Sekitar setengah jam saya berkeliling dilantai satu.

Sekitar pukul 11.15, sembari menghisap filter, saya bercengkrama dengan ujang, tentang perpustakaan baru, tentang gumilar.

Kampus rakyat, begitulah Universitas Indonesia dikenal. Sejujurnya, saya malu dengan sebutan kampus rakyat ini, bagaimana tidak, pembangunan a'la politik mercusuar Sukarno semakin mencitrakan UI sebagai kampus elit, kampus menara gading yang jauh dengan rakyat. Para mahasiswa baru (yang sebentar lagi akan datang) terutama dari golongan menengah ke bawah akan semakin 'takut' untuk masuk UI. ketika mendaftar, terteralah angka-angka fantastis yang harus disediakan para calon mahasiswa jika ingin mengecap pendidikan di sini, saya sendiri ingat sekitar satu tahun lalu ketika saya pertama kali mendaftar via internet, biaya masuk FIB adalah 10.600.000. Ketika itu terbersit niat untuk "sudahlah, sampai di sini saja", dan saya sangat yakin, itu pula yang dirasakan para calon mahasiswa, otomatis terjadi seleksi psikologis di sini. Dan perpustakaan baru yang saya yakini terpampang di home page UI semakin membuat calon mahasiswa ini semakin takut untuk masuk UI.

fasilitas perpustakaan, sejatinya merupakan keniscayaan bagi sebuah universitas. Dibanyak universitas di Indonesia, biasanya bangunan termegah adalah rektorat atau pusat administrasi, padahal universitas adalah sebuah institusi pendidikan, jika melihat hal itu maka kita sepatutnya mengamini pembangunan perpustakaan baru (simbol pendidikan) yang menurut saya pribadi memang lebih mewah dari gedung rektorat. Namun, dibalik semua itu, berlebihan adalah tidak baik, dan perpustakaan baru menurut hemat saya adalah berlebihan. Tersedia 1000 set komputer iMac (kalau saya tidak salah ejaannya) yang berharga @24 juta. Komputer iMac yang berharga sama juga digunakan hanya untuk OPAC (katalog online). Juga terdapat cinema disana, fitness center, starbuck, dll. Sedangkan koleksi buku hanya 1/4 dari seluruh luas perpustakaan. Dengan semua fasilitas yang melenakan ini, mahasiswa akan semakin tidak peka terhadap lingkungannya, terhadap rakyat. Otak mahasiswa yang tumpul akan semakin tumpul. Jika dulu mahasiswa ditekan agar tidak merongrong pemerintah dengan tindakan-tindakan represif, maka tren yang terjadi sekarang adalah semakin membuat mahasiswa nyaman dengan fasilitas yang diberikan. Hasilnya sudah terlihat, mahasiswa sudah tidak memiliki daya tawar, daya juang lagi, jangankan terhadap pemerintah, terhadap rektorat pun lemah. AKhirnya, kampus perjuangan-pun tinggal nama..

Saya melangkah keluar ketika azan jum'at sebentar lagi berkumandang. Meninggalkan sejuta pertanyaan dalam pikiran. Apa yang akan terjadi pada saya  4-5 tahun kedepan? dengan semua fasilitas melenakan ini? menjadi makhluk  individualistis-kah? lalu apa yang akan terjadi pada UI? kampus rakyat, kampus perjuangan ini? akankah itu semua tinggal nama yang tak berarti? semua pertanyaan itu menguap diterik matahari dan air wudhu yang membasuh wajah saya..

1 komentar:

  1. Kita memang harus kritis atas setiap kebijakan yang diambil, entah itu kebijakan yang populer atau tidak.
    Keep blogging!

    BalasHapus