Mahasiswa itu,
mahasiswa beralmamater merah membara yang menyandang nama Sang Proklamator
telah menghibahkan dirinya menjadi api yang juga membara di depan Istana Sang
Raja. Berhari-hari detik tiap detik yang tertempat dipertengahan hidup dan mati
itu akhirnya condong menuju alam mati. Kau mati bukan sembarang mati, kau mati
meninggalkan api, api yang akan menyulut revolusi.
Penguasa semenjak 7
tahun itu tak juga bergeming. Ketika teriakan-teriakan jalan bercorong keluar
dari megafon menjadi partikel-partikel udara tak seberapa. Ketika agamawan
mendeklarasikan kebohongan-kebohongannya, kebohongan itu malah dianggap bohong,
kebohongan yang bohong. Ketika
jeritan-jeritan rakyat menderu menggebu menjadi satu tak jua sadarkanmu. Ketika
petani, buruh, kuli, sopir, dan sejuta proletar lainnya tetap ditindas dan
meranggas. Muncul! muncul hay kau mahasiswa merah membara dengan api-api
revolusi didepan matamu, dan kau telah mati!
Masihkan kau,
kelas-kelas menengah, akan diam? Lihat mahasiswa itu! Lihat kedalam hatinya
yang telah hangus dan kau akan temukan arti perjuangan dalam dunia yang
resisten, arti perjuangan dalam keegoisan diri dan etika korup yang telah
mengakar membudi membudaya. Kau! kau yang menyandang nama agen perubahan yang
kini kampus mu penuh sesak oleh mobil-mobil mentereng milik indukmu, yang penuh
sesak oleh dandanan ala Monroe dan Dolly. Kau pikir untuk siapa ilmu-ilmu itu?
Untuk cukong-cukong kapitalis yang menunggumu menyerahkan ijazah? Atau untuk
kepala yang menunduk?
Apa yang kau cari
wahai mahasiswa merah membara? Sudahkah kau lelah dengan garis ini? Garis yang
menuntunmu pada debu-debu jalanan, istana, rumah kura-kura dan segudang
simbol-simbol penindasan lainnya? Lelahkan kau melihat rakyat menjerit menangis
meratap sehingga kau pergi ke sana? Atau, inginkah kau melihat tanah air mu
yang telah bermandikan dosa ini hancur menggeliat revolusi?
Kata Rendra, maksud
baikmu, untuk siapa? untuk siapa mahasiswa merah membara? Untuk rakyatmu yang
padahal lebih membutuhkanmu ketika dirimu kelak menjadi pewaris? Atau untuk
penguasa kau sembahkan darahmu yang kering itu dalam hidangan makan malamnya?
Atau untuk sejawatmu yang telah tak lagi mengingat rakyat dan nyaman di kampus
menara gadingnya? untuk siapa? untuk siapa…