Tahun 2010 lalu, UU BHP yang menjadi landasan dalam mengelola perguruan tinggi dicabut oleh MK karena dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945. Dalam UU BHP sangat jelas usur-unsur liberalisasi pendidikan dan upaya lepas tangan pemerintah dalam mengelola perguruan tinggi, akibatnya, biaya pendidikan semakin mahal dan tidak terjangkau karena perguruan tinggi cenderung hanya memanfaatkan dana dari mahasiswa untuk biaya operasionalnya.
Pasca pencabutan UU BHP, perguruan tinggi memasuki pintu gerbang baru, pintu gerbang yang diharapkan akan membuat wajah perguruan tinggi jauh dari unsur- unsur liberalisasi dan pada akhirnya akan membuat Indonesia lebih baik. Namun nampaknya hal tersebut masih jauh panggang dari api, indikator termudah adalah masih mahalnya biaya pendidikan.
Saya adalah salah satu mahasiswa universitas negeri terkemuka di Indonesia. Ketika masih SMA, pilihan saya bulat untuk memasuki universitas ini, selain karena memang universitas unggulan, juga saya berharap biaya kuliah yang murah. Namun harapan ini mesti saya kubur dalam-dalam setelah mengetahui biaya pendidikan di sini yang sangat mahal. Untuk rumpun IPS, biaya pendidikan persmester adalah 5 juta, sedangkan untuk rumpun eksak 7,5 juta/smester. Memang, menurut hitung-hitungan rektorat, angka-angka fantastis tersebut sudahlah wajar mengingat biaya yang sebenarnya ditanggung mahasiswa (student unit cost) persmester adalah tiga kali lipat dari angka tersebut (sekitar 15 juta/smester untuk rumpun IPS dan 22,5 juta/smester untuk rumpun IPA). Belum lagi ketika pertama kali masuk, uang pangkal menjadi ‘hadiah’ tambahan para calon mahasiswa sehingga total pembayaran calon mahasiswa untuk smester pertama dapat mencapai 25 juta. Dapat dibayangkan dengan angka-angka tersebut, benarkah pendidikan menjadi hak setiap warga negara? lantas di mana penerapan pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi, tiap warga negara berhak mendapat pengajaran?
Saya percaya para pemimpin bangsa ini masih sangat peduli dengan pendidikan, tinggal bagaimana mengimplementasikannya dalam berbagai macam kebijakan yang tepat. Sudah seharusnya pendidikan menjadi milik semua, tanpa memandang golongan dan status sosial manapun, janganlah menjadikan pendidikan menjadi suatu komoditas yang diperjualbelikan. Demi pendidikan yang lebih baik, demi Indonesia yang lebih baik. Semoga.
Rio Apinino
IKM Aktif FIB UI
Ketua PANDU BUDAYA FIB UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar