Krisis beras nampaknya akan menggelayuti bumi Indonesia sebentar lagi. Krisis beras ini disebabkan karena cuaca yang semakin ekstrim dan tidak menentu. Namun, krisis beras ini bisa dihadapi Indonesia jika memiliki sebuah konsep ketahanan pangan. Konsep ketahanan pangan ini adalah menjaga kuantitas bahan pangan (dalam hal ini beras) agar tetap dapat dikonsumsi rakyat banyak, tentunya dengan kebijakan-kebijakan dari pemerintah mulai dari kebijakan hulu sampai hilir.
Namun, yang terjadi sekarang adalah kebijakan-kebijakan yang salah kaprah dan semakin tidak pro rakyat. Solusi yang diberikan pemerintah nampaknya hanyalah kebijakan-kebjakan hulu, seperti memberikan pupuk bersubsidi kepada para petani dan memperluas lahan pertanian. Namun pemerintah lupa untuk tetap membuat kebijakan hilir, seperti menjaga distribusi beras dari petani sampai ke pasar. Disinilah kelemahan pemerintah, sehingga yang terjadi adalah mahalnya harga beras di pasaran karena para tengkulak yang bermain dilevel petani. Harga beras yang semakin mahal tidak dibarengi dengan peningkatan keuntungan petani. Ini juga yang membedakan pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara tetangga seperti Vietnam atau Cina. Mereka menjaga betul ketahanan pangannya dengan membuat kebijakan dari hulu sampau hilir.
Kebijakan yang salah juga terlihat dari percobaan sentralisasi penanaman pangan. Beberapa tahun yang lalu konsep ini gagal dilakukan di Kalimantan dan sekarang coba diterapkan di wilayah Nusa Tenggara. Konsep ini bukannya tidak baik, tapi banyak efek-efek sampingan yang akan terjadi. Seperti, mau dikemanakan lahan lahan pertanian sebelumnya seperti di wilayah Karawang, dan bagaimana pula nasib petaninya?. Seharusnya dalam hal ini Indonesia bisa meniru Jepang. Di Jepang, pada setiap gedung, baik itu milik swasta atau milik pemerintah, didalamnya pasti terdapat tanaman padi yang ditanam menggantung di dinding-dinding, hidroponik namanya. Selain itu, umumnya disamping gedung-gedung di Jepang, pasti terdapat satu atau dua petak lahan kosong untuk ditanami padi, pemerintah Jepang sangat menjaga lahan-lahan ini dengan dengan memberikan harga yang selangit, sehingga orang enggan untuk membelinya. Yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya, disini lahan-lahan pertanian dengan mudah dikonversikan menjadi jalan tol, pemukiman, atau menjadi lahan kelapa sawit. Lahan-lahan perhutanan yang tadinya akan dijadikan areal persawahan di Kalimantan pun, sekarang menjadi lahan kosong. Terlihat ketidakseriusan pemerintah dalam hal ini, mengatasnamakan pembangunan untuk kepentingan segelintir orang. Jepang yang tidak memiliki lahan sesubur dan seluas di Indonesia menjadikan kelemahan itu suatu inovasi, inilah yang patut dicontoh.
Selain itu, nampaknya pemerintah sekarang menerapkan kebijakan ‘pasrah’ dengan mengimpor beras. Pemerintah Indonesia seakan-akan hanya bertumpu pada kebijakan impor untuk menjaga ketahanan pangannya, bahkan Indonesia adalah pengimpor beras kedua di dunia. Suatu ironi mengingat Indonesia adalah negara agraria yang menurut statistik, 70 % rakyatnya adalah petani. Jika yang dijadikan alasan untuk mengimpor adalah cuaca ekstrim dan tidak menentu, bukankah Vietnam dan Thailand memiliki cuaca yang mirip dengan Indonesia? Lantas mengapa negara tetangga tersebut mampu untuk menghadapi krisis pangan dan masih bisa mengekspor ke Indonesia? Kebijakan ini akan membuat para petani semaki tertindas karena harga beras impor lebih murah, maka tidak heran banyak petani kita yang akhirnya menjadi buruh pabrik atau pekerja kasar di kota.
Selain itu kebijakan lain yang ditawarkan pemerintah adalah rakyat disuruh mengurangi konsumsi berasnya. Memang menurut BPS, terjadi kenaikan konsumsi beras. Tahun lalu, konsumsi beras adalah 135kg/tahun/perkapita sedangkan tahun sekarang adalah 137kg/tahun/perkapita. Sungguh solusi yang sangat memuakkan bagi saya pribadi, sama seperti beberapa waktu yang lalu ketika harga cabai melambung tinggi. Pemerintah menyuruh masyarakat untuk menanam cabai ramai-ramai di pekarangan rumah masing-masing, terlihat jelas pemerintah ingin angkat tangan dengan menyuruh rakyat untuk mengurusi hal yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah, kalau begitu untuk apa kita membayar mereka dari pajak sedangkan mereka tidak menjalankan kewajibannya.
Terakhir, krisis pangan yang sedang dihadapi Indonesia dewasa ini pasti dapat di atasi dengan suatu ketahanan pangan. Ketahanan pangan dapat dilakukan melalui kebijakan yang pro rakyat dari hulu sampai hilir. Mengimpor beras memang perlu, tapi ini bukanlah solusi jangka panjang. Benahi kebijakan, hapus mafia-mafia pangan, hentikan konversi lahan pertanian, dan sejahterakan petani. Maka ketahanan pangan bukanlah suatu hal yang mustahil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar